Kereta Terakhir


Stasiun Poris, 17 Juli 2023, 20:57


Ursa sedang setengah berlari menyelinap di antara ramai kendaraan yang berhenti di perlintasan kereta api. Suara sirine memekakkan telinga, pertanda sebentar lagi kereta akan segera melintas. Gadis berambut ikal itu buru-buru, sebab jika tertinggal kereta, ia harus menunggu 15 menit lagi untuk kereta berikutnya.


***


"Neng, bangun!" seorang petugas stasiun membangunkan Ursa, "ini stasiun terakhir," lanjut si petugas.


Ursa membuka mata perlahan, menatap lelaki yang membungkuk di hadapannya.


"Ini stasiun apa, Pak?" tanya Ursa diiringi batuk pelan.


"Rangkasbitung," jawab si bapak.


Ursa terbelalak. "Rangkasbitung?" Ursa kebingungan, sebab kereta yang ia tumpangi seharusnya menuju stasiun Duri dari arah Stasiun Tangerang. Untuk bisa sampai di Rangkasbitung, penumpang harus transit di stasiun Duri, lalu naik kereta menuju Stasiun Tanah abang, kemudian kembali transit berganti kereta jurusan Rangkasbitung. Lantas bagaimana bisa Ursa yang dalam keadaan tidur bisa nyasar ke Stasiun yang beda jalur, dua kali transit, tidak masuk akal?


"Neng emang mau kemana?" suara bapak petugas membuyarkan kebingungan Ursa.


"Saya harusnya turun di Stasiun Grogol, Pak, rumah saya di Petamburan," jawab Ursa masih dengan wajah bingung.


"Wah, Neng salah naik kereta, harusnya tadi naik yang dari Tanah Abang ke Duri, terus pindah jalur ke arah Tangerang," si bapak menjelaskan. Ursa paham karena memang begitulah seharusnya. Tapi ia masih tidak bisa mencerna kejadian ini. Jelas-jelas ia pulang kantor naik Gojek ke stasiun Poris, lalu karena macet dekat pintu perlintasan kereta, Ursa memilih turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki. Karena kelelahan ia pun tertidur pulas di kursi kereta tepat di sebelah pintu gerbong. Seharusnya kereta tersebut berhenti terakhir di Stasiun Duri, kalau seandainya Ursa tidak turun maka ia akan dibawa kembali ke Stasiun Tangerang, sehingga tidak masuk akal jika sekarang ia berada di Rangkasbitung.


"Pak, apa masih ada kereta ke arah Tanah Abang?" tanya Ursa penuh harap.


"Tidak ada, neng. Kereta terakhir udah berangkat setengah jam yang lalu, tapi kalau neng mau, bisa naik kereta malam," ucap si bapak.


"Kereta malam, Pak?" Ursa merasa asing dengan istilah tersebut. Sebab sepengetahuan dia, tidak ada istilah kereta malam untuk KRL. Biasanya kereta malam itu untuk kereta jarak jauh.


"Iya, nanti jam 12 malam akan ada satu kereta yang berangkat, tapi dia tidak sampai Tanah Abang, cuma berhenti di Stasiun Pondok Betung," papar si bapak, " itu keretanya yang warna hijau," telunjuk pria itu mengarah ke luar, Ursa melongok, memang ada satu kereta di seberang.


Perempuan yang baru saja merayakan ulang tahun ke 23 seminggu yang lalu itu melirik arlojinya, sekarang jam 11:14 malam. Artinya masih cukup lama sampai kereta malam itu berangkat.


Di tengah kebingungan yang merajalela di kepala, Ursa melangkah melompati celah peron kemudian duduk di sebuah kursi untuk beristirahat. Tepat di seberangnya terpampang jelas tulisan Stasiun Rangkasbitung yang berarti bapak itu tidak berbohong, Ursa benar-benar berada di Stasiun Rangkasbitung. Gila.


Stasiun Rangkasbitung 23:52


Ursa bergegas menaiki kereta berwarna hijau itu. Kali ini ia tak ingin ketiduran lagi. Tepat jam 00:00 kereta pun mulai bergerak. Beberapa orang terlihat ikut naik, namun mereka menuju ke gerbong yang berbeda. Sehingga Ursa hanya sendirian di dalam gerbong itu.


Suara roda besi kereta yang beradu dengan rel membuat suasana malam itu sedikit mendebarkan bagi Ursa. Ia menoleh ke kiri dan kanan, namun di gerbong sebelah pun tampak tak ada aktivitas Tiba-tiba ia teringat kata-kata bapak tadi, bahwa kereta malam ini hanya sampai ke Stasiun Pondok Betung. Jadi Ursa mengeluarkan ponselnya untuk mencari tahu moda transportasi apa yang bisa ia gunakan dari Stasiun Pondok Betung ke rumahnya.


Tapi jantung Ursa berontak seperti akan meledak ketika membaca sebuah tulisan yang menyatakan bahwa Stasiun Pondok Betung tidak lagi beroperasi sejak 2011. Lalu kenapa kereta ini berhenti di stasiun yang tidak aktif? bagaimana mungkin? berarti di Stasiun itu tidak ada petugas dan berarti juga tidak ada loket. Ya, ampun, Ursa baru saja ingat sesuatu. Dia segera merogoh tasnya, mengeluarkan kartu multitrip KRL. Dengan jantung yang masih berdetak tak karuan, Ursa menempelkan kartu pada bagian belakang ponselnya, dalam beberapa detik layar ponsel menampilkan jumlah saldo milik Ursa.


Semakin bertambah kebingungan gadis yang akrab disapa Uca itu ketika dia menekan tombol transaksi terakhir, informasi yang muncul adalah transaksi jam 07:46 senilai Rp4.000, itu adalah transaksi yang terjadi ketika ia berangkat kerja tadi pagi.


Kini kebingungan Ursa perlahan berubah menjadi ketakutan. Keringat dingin mulai menyerang sekujur tubuhnya. Tak lama kereta berhenti. Dari celah jendela Ursa bisa melihat tulisan Stasiun Pondok Betung, yang berarti kereta telah tiba di tujuan akhir. Tapi pintu kereta tidak terbuka. Ursa berteriak sambil mengetuk pintu gerbong. Tak lama kemudian seorang petugas tiba-tiba saja sudah berada di belakang Ursa sambil membawa kunci. Pria itu membukakan pintu, lalu berlalu begitu saja. Tanpa pikir panjang pemilik nama lengkap Ursa Aurellia Nabila itu menghambur keluar. Suasana Stasiun cukup ramai.


"Katanya ini stasiun udah gak aktif lagi, ini buktinya rame," Ursa membatin. Tapi detik berikutnya ia mulai merasa janggal, sebab setiap orang yang ada di stasiun itu mengenakan pakaian tak lazim. Semuanya memakai pakaian ala jaman dulu. Mirip seperti tokoh dalam film-film Warkop yang sering ditonton ayah Ursa.


Tak ingin berlama-lama dengan kebingungan demi kebingungan, Ursa segera membuka aplikasi Gojek di ponselnya, mencoba memesan jasa ojek online. Usahanya gagal, tak satupun driver yang bersedia mengambil pesanannya. Ia lalu teringat ucapan Alysa rekan kerjanya yang pernah berkata, biasanya driver enggan menerima order tengah malam dengan pembayaran tunai. Sebab itu berisiko, beberapa dari mereka takut kalau order tersebut adalah jebakan yang bisa saja mengancam keselamatan mereka di perjalanan. Akhirnya Ursa memutuskan untuk melakukan top up saldo Gopay. Tapi sayang ternyata saldo rekeningnya tidak cukup. Ia kemudian berniat menghubungi ibunya.


"Iya, ya, harusnya dari tadi kan aku nelpon ibu ngabarin kalau aku pulang telat," gumam Ursa.


Beberapa detik kemudian, telepon tersambung.


"Halo," sahut suara di seberang dengan nada berat.


"Ma, tolong isiin gopay ke nomor Uca, mau pesen go …." belum selesai kalimat Ursa, telepon telah dimatikan.


"Kok dimatiin, sih?" gerutunya. Berkali-kali ia mencoba menelpon kembali tapi ponsel ibunya nonaktif.


Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampirinya lalu berkata, "Nak, kenapa kamu di sini? kamu sepertinya bukan warga sini,"


Ursa melirik bapak tua dengan kemeja lusuh berwarna cokelat tua itu.


"Saya nyasar, Pak. Tadi saya ketiduran di kereta," sahutnya.


"Apa kamu tadi naik kereta itu?" Bapak tersebut mengarahkan telunjuknya pada kereta yang baru saja mulai bergerak menjauh kembali ke arah Rangkasbitung. Ursa mengangguk.


"Celaka!" celetuk lelaki yang kemudian duduk di samping Ursa.


"Celaka kenapa, ya, Pak?" Anak sulung dari 3 bersaudara itu penasaran sekaligus ketakutan. Tubuhnya sedikit gemetar.


"Kereta yang kamu naiki itu kereta hantu, dan ini adalah stasiun mati," si bapak mulai menjelaskan. "Harusnya tadi kamu tidak naik kereta itu, agar kamu bisa kembali ke duniamu,"


Ursa tampak tegang. Antara percaya dan tidak tentang apa yang baru saja ia dengar.


"Jadi a-apa yang harus saya la-ku-kan, Pak? tanya Ursa terbata. Air matanya seperti ingin menyembur keluar. Tak bisa disembunyikan ketakutan di wajahnya.


"Sudah terlambat, sekarang kamu sudah terjebak di stasiun mati ini, kamu tak kan pernah bisa kembali sebab tak ada kereta manusia yang berhenti di sini,"


"Bagaimana jika saya naik angkutan umum atau transportasi lain, Pak?" tanya Ursa penuh harap.


"Nak, sepertinya kamu belum sadar,"


"Tentang apa, Pak?" buru Ursa yang tak paham.


"Kamu …," Bapak itu menggantung kalimatnya, ia memalingkan wajah sejenak sambil mengusap dagu, lalu kembali menatap Ursa, "kamu adalah arwah," lanjutnya setengah berbisik.


Mata Ursa membulat. Kepalanya seperti sangat berat untuk mencerna semua ini. Kata terakhir yang keluar dari mulut pria di hadapannya membuat badan Ursa kaku. Tak ada satupun kata yang mampu ia ucapkan. Badannya menggigil. Dingin. Bapak tua itu masih terus menjelaskan berbagai hal.


"Ada satu peristiwa yang membuatmu terpisah dengan ragamu, dalam kasus seperti ini, raga hanya bisa bertahan selama 3 hari tanpa roh. Setelah itu kamu akan menjadi roh tanpa raga atau arwah abadi,"


"Kamu sekarang terjebak di antara alam manusia dan alam gaib, karena kamu menaiki kereta hantu itu,"


"Sekarang ragamu sedang menunggu kepulangan rohnya, jika dalam 3 hari kau tidak kembali maka ragamu akan mati,"


Ursa tak lagi dapat memahami apa yang ia dengar. Isi kepalanya kini penuh dengan tanda tanya besar. Rasa takut menggunung. Dan airmata itu pun akhirnya tumpah membanjiri pipinya.


***


Headline News Koran Media Jakarta, 3 hari terakhir



'Berlari karena takut tertinggal kereta, seorang perempuan terjatuh , kepalanya membentur rel di Stasiun Poris'


'Kecelakaan di Stasiun Poris: Ponsel Korban belum ditemukan'


'Tragedi Stasiun Poris, Ibu Korban: Ada orang yang nelpon pakai nomor anak saya dan minta dikirim gopay'


'Polisi buru pelaku yang mengambil ponsel korban Insiden Stasiun Poris, titik koordinat lokasinya di sekitar Pondok Betung


'Perempuan korban kecelakaan di pintu perlintasan kereta api Stasiun Poris dinyatakan meninggal setelah mengalami koma selama 3 hari'


Selesai








Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.